PERLUKAH MENGAJARKAN CALISTUNG DI USIA DINI?
Mengembangan soft skill anak dengan cara bermain |
Kompas.com - Tak
sedikit orangtua yang bangga dengan kemampuan balitanya dalam membaca, menulis
dan berhitung (calistung). Mereka yakin anak yang diajarkan kemampuan calistung
sejak dini lebih pintar dari anak seusianya.
Di tambah lagi, kini
semakin banyak sekolah dasar yang mensyaratkan calon siswanya punya kemampuan
calistung, kendati hal itu sebenarnya dilarang. Karena khawatir anaknya tidak
bisa masuk ke SD favorit, para orangtua pun berlomba-lomba mengajari anaknya calistung,
antara lain dengan memilih playgroup atau TK yang menjamin balita mahir
calistung sebagai persiapan masuk SD.
Apabila minat membaca
dan menulis anak sudah muncul sejak dini mungkin proses mengajarkan calistung
pada anak menjadi lebih mudah dan menyenangkan. Namun faktanya kebanyakan anak
baru benar-benar siap belajar membaca dan menulis di atas usia 5 tahun.
Direktur Jenderal
Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal, Kemdikbud, Lydia Freyani
Hawadi, seperti dikutip Kompas (12/1/12) pernah mengingatkan bahwa jenjang PAUD
seharusnya tidak membebani anak dengan kemampuan calistung. Siswa baru boleh
diajar calistung di SD.
Metode pendekatan di
PAUD, kata Lydia, tidak didasarkan pada aspek kognitif, tetapi pada aspek
motorik. Karena perkembangan anak usia 0-5 tahun masih terfokus pada aspek
motorik, seharusnya metode pembelajarannya lebih menekankan pengembangan soft
skill dengan cara bermain.
Lagipula, masa balita
adalah masanya bermain dan bermain. Memaksakan anak melakukan sesuatu yang sebenarnya
ia belum siap justru akan memberikan pengalaman yang tidak menyenangkan, bahkan
akhirnya muncul penolakan.
"Banyak orangtua
yang memilih PAUD bukan yang berdampak bagus bagi perkembangan buah hatinya,
tapi PAUD yang hasilnya dapat membanggakan orangtua. Yang terjadi, anak pun
menjadi stres di usia dini," kata Paulin, principal KindyROO, sebuah
sekolah bagi anak usia dini.
Ia menambahkan,
karena terlalu fokus untuk diajarkan calistung pada usia yang sangat dini,
anak-anak tidak berkembang secara alami sebagaimana mestinya karena di masa
yang instan ini anak-anak dipacu untuk belajar dan tidak diberikan kesempatan
untuk membangun fondasi yang kuat dan berkembang secara alami.
"Sebagai contoh,
banyak orang tua yang merasa bahwa anak-anak tidak perlu merangkak lama dan
memburu-burukan anak untuk berjalan. Atau juga anak tidak perlu distimulasi
motorik halusnya seperti menstimulasi keterampilan tangan dan langsung mengajar
anak untuk bisa menulis," katanya.
Akibatnya, ada anak
yang sudah berumur 6 tahun tetapi anak tersebut tidak dapat menulis dengan baik
atau tidak dapat menulis dalam jangka waktu yang lama karena tangan cepat
letih.
Kemampuan merangkak
pada anak sebenarnya juga memberikan stimulasi yang banyak terhadap anak
tersebut, seperti menstimulasi konsentrasi, mata, koordinasi dan kekuatan otot
tubuh. Tetapi karena diburu-buru untuk berjalan cepat dengan cara dititah atau
menggunakan alat bantu berjalan (walker), anak-anak tersebut kehilangan
kesempatan untuk distimulasi secara benar.
"Orang tua juga
berpandangan bahwa anak-anak tidak perlu bermain lama. Jika anak terstimulasi
dengan baik dan benar pada saat usia dini dan diberikan kesempatan untuk
bermain, anak tersebut tidak akan menemui hambatan dalam belajar di kemudian
hari dan anak tersebut distimulasi untuk menjadi lebih kreatif," paparnya.
Bermain yang terarah
merupakan fondasi yang penting untuk menunjang kesempurnaan dalam kemampuan
belajar di kemudian hari.
"Di KindyROO,
kami memberikan arahan dan pengalaman kepada orang tua bagaimana cara
menstimulasi anak dengan cara yang baik dan benar untuk menghindari kesulitan
belajar di kemudian hari pada saaat mereka masuk usia sekolah," ujar
Paulin.
Dengan pengalaman
lebih dari 30 tahun, KindyROO mendidik orang tua dan anak agar setiap fase
pekembangan dalam anak harus dilalui dan dikuasai. Anak tidak dipaksa secara
instant untuk melakukan hal-hal yang tidak cocok untuk usianya.
Anak-anak juga harus
diberikan waktu untuk berkembang secara alami dan diberikan waktu yang banyak
untuk bermain secara terarah. Yang paling penting adalah anak-anak diberikan
fondasi yang kuat dan otak distimulasi secara maksimal agar anak-anak siap menghadapi
tantangan pada saat sekolah nanti. (Advetorial)
Lusia Kus Anna
Post a Comment